Rabu, 08 Desember 2010

Diakonia Transformatif

A. Pendahuluan
Pada tahun 2009 ini hampir semua gereja-gereja menjadikan tahun ini sebagai tahun diakonia termasuk juga GBKP menitik beratkan pada hal yang sama, menitik beratkan bukan berarti melupakan dua tugas panggilan gereja lainnya yakni merturia (kesaksian) dan koinonia (persekutuan) karena ketiga tugas panggilan diatas diyakini memiliki kekuatan yang sama pentingnya.
Hal ini menjadi sesuatu yang sangat menarik, karena kita (baca: warga GBKP) sudah sewajarnya bangga akan respon yang diberikan GBKP sehingga membuat sebuah keputusan yang sangat tepat. Penetapan ini diyakini bukan merupakan hal yang kebetulan dibuat oleh gereja namun merupakan respon yang diberikan gereja melihat kondisi kemanusian yang terjadi saat ini.
Pengertian diakonia sendiri diambil dari bahasa Yunani “Diakonein.” Diakonein berarti melayani meja, melayani kebutuhan-kebutuhan fisik. Secara luas pada zaman itu diartikan menyiapkan makanan sebagai korban kepada dewa-dewi. Pada perkembangannya diakonia diartikan melayani dalam arti umum atau melayani kebutuhan jemaat. Diakonia adalah tindakan dari diakonein, sedangkan diakonos adalah orang yang melakukan diakonia.
B. Bentuk - Bentuk Diakonia
Sebelum lebih jauh mengulas bantuk-bentuk diakonia pertanyaan yang muncul seberapa pentingkah diakonia bagi pelayanan gereja ?. J. C. Sikkel pernah mengatakan bahwa “The church can live without buildings, without diakonea the church dies”. Secara teologis ini berarti , bahwa diakonia adalah nafas gereja. Gereja baru menjadi gereja sesungguhnya bila melakukan diakonia, oleh karenanya diakonia sangat penting dalam rangka menunjukan eksistensi gereja pada saat ini. Beberpa bentuk diakonia antara lain:
1. Diakonia Karitatif.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan diakonia karitatif adalah bentuk diakonia yang tradisional. Charity adalah tindakan belas kasihan. Tindakan yang merefleksikan belas kasihan Allah kepada manusia. Banyak gereja mendasarkan Matius 25 : 31-46 sebagai bentuk diakonia karitatif. Diakonia karitatif hanya melihat kondisi yang terjadi saat ini, hanya melihat penderitaan, kemiskinan, bencana ataupun bentuk–bantuk lainya tanpa mencari lebih jauh apa yang menjadi penyebab terjadinya penderitaan tersebut. Pdt. Mart Erkelina Br Tarigan S. Th dalam bimbingan PJJ menegaskan bahwa diakonia karitatif hanya bersifat insidental dan filantropis.
Kongkritnya contoh bentuk diakonia karitatif adalah memberikan sembako pada korban-korban bencana alam, memberikan santunan kepada fakir miskin, memberikan bantuan kepada panti asuhan. Jika kita contohkan dalam program pemerintah maka yang tergolong dengan diakonia karitatif adalah program BLT. Diakonia bentuk ini di istilahkan dengan memberi ikan.
2. Diakonia Reformatif
Ada perkembangan pemikiran yang terjadi pada diakonia reformatif ini dimana ketika jemaat kelaparan tidak lagi hanya memeberikan roti atau ikan namun memberikan kail yang mendidik masyarakat untuk berusaha menghidupinya atau dengan kata lain memberikan pengetahuan, keterampilan agar mampu keluar dari kemiskinan dan permasalahan yang dihadapi. Persolan lain muncul ketika lahan untuk bercocok tanam sudah tidak ada lagi dan kolam untuk memancing tidak ada lagi maka tetaplah kemiskinan tidak teratasi.
3. Diakonia Transformatif
Diakonia transformatif awalnya dipelopori oleh gereja di Amerika Latin untuk menjawab kemiskinan yang sangat parah pada waktu itu. Diakonia transformatif merupakan bentuk kepedulian gereja yang terlibat langsung dalam persoalan-persoalan sosial kemanusian. Diakonia seharusnya tidak hanya memberikan belas kasihan kepada korban-korban kemiskinan dengan cara memberikan bantuan-bantuan sebab jika hanya dengan cara itu besok mereka akan datang lagi dan akhirnya terciptalah mental-mental ketergantungan. Namun dengan diakonia transformatif pendekatanm yang dilakukan adalah dengan pola pendekatan pengorganisasian komunitas agar mereka dapat merancang dan merencanakan hidup mereka sendiri.
Abraham Kuyper, seorang teolog Calvinis mengatakan bahwa gereja terlalu lamban dalam bertindak dan telah ketinggalan dalam menghadapai kemiskinan dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain di luar gereja. (Matius 9:35-38). Pt. Robert Sinuhaji SE dalam bukunya yang berjudul Gereja dan Politik secara keras menyatakan “tanpa kepedulian terhadap orang-orang miskin, maka gereja sesunguhnya telah gagal mengemban misi kristen” Saat ini seharusnya kita sadar bahwa misi Yesus hadir tidak hanya pada masalah-masalah rohani semata, namun Yesus menyentuh permasalahan kemanusian (sosial,politik,hukum,ekonomi), (Luk4:18-19). Yesus bukan hanya menentang aliran kepercayaan yang Ia rasa menyimpang namun Yesus juga menentang kekuasaan yang menindas kaum miskin yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan mereka. (Mat 23:1-36)
Yesus disalibkan karena pengusa Romawi pada saat itu merasa terancam akan keberanian Yesus membela kaum tertindas. Jika dianalogikan Yesus ingin mencapai sebuah situasi dimana kita butuh nasi, tetapi kita ingin memperolehnya dengan keadilan (justice). Kita butuh nasi, tetapi kita ingin memperolehnya dengan kebebasan (freedom). Kita butuh nasi, tetapi kita ingin memperolehnya dengan martabat dan pengharapan (dignity and hope).
Cerita orang samaria yang sering dijadikan bahan contoh akan kepedulian nya kepada korban perampokan (victim) dibandingkan orang Lewi yang mengenal hukum taurat nampaknya harus dikaji lebih mendalam lagi. Benar, bahwa satu sisi ada nilai plus yang dimiliki oleh orang samaria akan kepedulianya terhadap korban perampokan tersebut namun sudah seharusnya kita pada tahap pemahan yang lebih tinggi lagi, dimana kepedulian terhadap korban perampokan sudah “harus” kita lakukan tetapi tidak hanya sampai disitu melainkan kita sudah harus sampai kepada tahap apa yang menjadi latar belakang terjadinya angka kriminalitas dan solusi apa yang harus kita temukan. Disinilah penekanan diakonia transformatif hadir.
Gereja diharapkan hadir memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat umum di pedesaan bagaimana cara bercocok tanam yang baik, bertani dengan kembali ke alam (back to nature) tidak lagi menggunakan pupuk kimia dan juga mampu membantu pemasaran produk hasil pertanian sampai kepada konsumen sehingga sampai kepada hasil akhir yang diharapakan dengan membantu dari awal hingga akhirnya. Gereja diharapkan memiliki perhatian kepada pendidikan secara ril, hal ini antara lain ditunjukan GBKP dengan mendirikan Yayasan pendidikan Kristen Neumann Indonesia, mendirikan PAK Gelora Kasih. Kedepanya GBKP diharapkan mampu menyiapkan lapangan kerja bagi lulusan-lulusan tersebut sehingga lulusan tersebut tidak terbentur lagi dengan sulitnya mencari lapangan pekerjaan. GBKP juga concern terhadap masalah-masalah kesehatan dengan mendirikan komisi HIV – AIDS dan Napza. Program Diakonia GBKP lainya antara lain mendirikan BPR Pijer Podi kekelengan dimana salah satu tujuan didirikanya adalah mengatasi kemiskinan dengan melayani masyarakat pedagang kaki lima agar tidak terjerat oleh para rentenir.
Gereja diharapkan tidak hanya mampu berbuat kepada mereka yang telah mengenal Kristus tetapi juga kepada masyarakat luas dalam bentuk-bentuk diakonia yang lebih transformatif, memberikan pemamahan akan kesetaraan gender, gereja mampu hadir dalam penegakan masalah HAM, gereja mampu memberikan solusi tentang penanggulangan ilegal loging, gereja memberikan pembelaan (advocacy) kepada masyarakat lemah. Hal ini dapat dialakukan gereja dengan membentuk suatu lembaga yang khusus concen mengurusi masalah-masalah kemanusian.
Namun harus disadari persolan yang lain akan muncul ketika gereja secara berani dan tegas benar-benar mewujudkan diakonia sebagai tugas panggilan gereja. Di India ketika ibu Theresa sangat perduli kepada orang–orang miskin bukan respon positif yang beliau dapatkan akan tetapi tuduhan bahwa ibu Theresa berniat meng – Khatolik – an India pada saat itu. Masih segar di ingatan kita juga ketika terjadi bencana tsunami di Aceh dan gempa bumi di Jogjakarta, banyak dari kita yang turut ambil bagian dalam membantu korban-korban bencana tersebut namun isu kristenisasi yang berkembang di masyarakat pada waktu itu. Sadar atau tidak ketika kita memberikan bantuan dalam bentuk apapapun juga dengan dilatar belakangi oleh gereja maka akan ada penolakan baik itu secara tersirat ataupun munculnya opini negatif dikemudian hari bagaiman mungkin diakonia transformatif dapat kita terapkan jika penolakan yang akan kita hadapi…???
Keadaan ini harus diatasi dengan jalan kita menerapakan diakonia transformatif dengan melepaskan gereja sebagai sebuah organisasi namun melihat pengertian gereja sebagai individu kita masing masing, bukankah ini pengertian gereja yang sesungguhya (1 Petrus 2:9). Hati kita sudah seharusnya memiliki visi penerapan diakonia trsformatif bagaimana hadir untuk membela kaum-kaum marjinal, hadir dalam kehidupan sosial pengentasan kemiskinan dan terlibat langsung pada sebuah sistem kebijakan yang kedepaannya mampu menciptakan kebijakan yang berpihak pada masyarakat lemah (Mat 5:13-15). Warga Kristen seharusnya hadir dimana–mana, disetiap bidang kemanusiaan dan mampu hadir dengan ide-ide penanggulangan permasalahan kemanusian yang ada pada saat sekarang ini. Seorang pengusaha mampu menciptakan lapangan kerja selaus-luasnya, Politikus mampun menciptakan produk undang-undang yang berpihak kepada rakyat, ahli hukum berani menegakkan keadilan, jurnalis tetap menyuarakan suara rakyat (Vox Populi Vox Dei) dan lain sebagainya.
C.PENUTUP
Warga Kristiani secara umum dan khususnya warga GBKP diharapkan mampu melakukan diakonia sebagai wujud kesadaran kita yang telah di kasihi Allah terlabih dahulu, baik itu diakonia karitatif, reformatif ataupun transpormatif. Melihat kondisi sekarang ini maka kita diharapkan melakukan bentuk diakonia transformatif yang kreatif agar tidak terbentur dengan penolakan-penolakan yang dilakukan oleh mereka yang belum mengenal Kristus. Diakonia transformatif bukan bertujuan menciptakan oposisi bagi pemerintah dan penguasa, tetapi menjadikan kelompok yang diberdayakan sebagai mitra dalam membangun kualitas kehidupan yang lebih baik.

3 komentar:

  1. Shalom, Terima kasih atas posting yg sangat inspiratif. Mohon informasi beberapa contoh diakonia transformatif yang pernah dilakukan Di GBKP. Kalau Ada mohon email ke success135@gmail.com.
    Terima kasih, Tuhan memberkati

    BalasHapus
  2. Coba bahas mengenai penggagas model diakonia.
    Siapa penggagas diakonia karitatif?
    Penggagas diakonia reformatif?
    Penggagas diakonia transformatif?
    Alasan:
    Seringkali menggunakan ketiga model diakonia itu, tetapi tidak tahu siapa penggagas nya.

    BalasHapus